Bukan Hanya Gaya, Ini Cara Menemukan Suara Menulis Autentik

Hai, Cuti Lovers! Pernah nggak sih kamu merasa kalau tulisanmu terdengar kayak orang lain? Entah mirip penulis yang kamu kagumi, blogger yang sering kamu baca, atau bahkan template dari buku panduan menulis.

Awalnya sih wajar banget ya, karena kita tuh memang belajar dari meniru. Tapi lama-lama, muncul nih pertanyaan: “Kapan ya aku benar-benar menulis dengan suara sendiri?”

Dan dari situlah perjalanan menemukan suara menulis yang autentik kumulai. Cuti Lovers mau membaca ceritaku nggak nih?

Daftar Isi

Apa Itu Suara Menulis?

Banyak orang mengira suara menulis sama dengan gaya menulis. Padahal, keduanya berbeda.

  • Gaya menulis tuh lebih ke hal teknis, kayak pilihan kata, struktur kalimat, ritme.
  • Suara menulis jauh lebih dalam lagi. Ia adalah jiwa dalam tulisan yang mencerminkan pengalaman, sudut pandang, bahkan nilai hidup yang ingin kita bawa.

Biar lebih mudah, coba deh bayangkan begini! Ada dua orang yang bisa menulis tentang secangkir kopi dengan gaya yang lumayan mirip. Tapi, “suara” yang mereka hasilkan tetap akan berbeda. Kenapa begitu?

Alasannya karena pengalaman, rasa, dan cara mereka memandang kopi itulah yang membuat tulisan mereka nggak akan bisa tertukar.

Kenapa Suara Menulis Itu Penting?

Beberapa penulis pemula sering bertanya tentang, “Emang perlu banget ya punya suara menulis sendiri? Bukannya yang penting tu tulisannya enak dibaca?”

Padahal, justru suara menulis inilah yang bikin karya kita beda dari ribuan tulisan lain di luar sana. Tanpa suara menulis yang khas, tulisan emang bisa rapi, tapi terasa hambar dan mudah dilupakan.

Dengan suara menulis autentik, tulisan kita kayak punya napas yang membuat pembaca merasa dekat dan ingin kembali membaca karya-karya berikutnya.

Intinya, menurutku ada beberapa alasan suara menulis autentik menjadi penting untuk kita miliki lho, antara lain:

  1. Membuat tulisan jadi lebih berkarakter. Tulisanmu nggak akan mudah terlupakan karena punya ciri khas.
  2. Membangun kedekatan dengan pembaca. Mereka akan merasa lebih mengenal siapa dirimu lewat kata-kata.
  3. Pondasi dari personal branding. Kalau kamu serius dengan karir menulis, suara autentik akan jadi semacam tanda pengenalnya.

Dengan suara menulis yang jelas, kamu nggak akan sekadar jadi penulis, tapi kamu akan jadi penulis yang mudah diingat.

Cara Menemukan Suara Menulis yang Autentik

Menemukan suara menulis itu bukan teori semata. Butuh latihan, keberanian, dan tentu saja waktu. Tapi, nggak perlu khawatir! Cuti Lovers bisa kok mencoba beberapa langkah ini, di antaranya:

1. Tulis Dulu, Edit Belakangan

Kadang kita tuh terlalu sibuk menyensor kata-kata sendiri. Coba deh tulis dulu apa adanya, baru kemudian rapikan! Dari situ biasanya kejujuran asli muncul.

Kalau dari awal kita sudah menahan diri dengan pikiran “ini salah nggak ya?”, “bahasanya terlalu sederhana nggak?”, atau “kayaknya harus lebih keren deh”, akhirnya tulisan kita malah kehilangan spontanitasnya.

Baca juga:  Cara Memilih dan Contoh Sertifikat Pendukung Lamaran Kerja

Dengan membiarkan kata-kata keluar tanpa filter, kita bisa menangkap esensi emosi dan ide yang paling jujur dari tulisan itu. Terus editing-nya kapan dong?

Editing bisa kita lakukan setelahnya. Setelah kita melihat bagian mentahnya dari tulisan kita. Karena, sering kali bagian itu justru menyimpan ciri khas paling kuat.

Ibarat kata nih, foto candid yang apa adanya, kadang lebih menarik daripada foto yang sudah diatur posenya. Bener nggak nih Cuti Lovers?

2. Baca Banyak, Tulis Lebih Banyak

Kita pasti sudah akrab sama frase tentang membaca akan memperluas kosakata dan gaya. Tapi, tahu nggak sih? Aktivitas menulis yang akan benar-benar membentuk identitasmu.

Dalam artian, semakin sering kamu menulis, maka semakin kentara ciri khasmu yang nggak bisa ditiru orang lain.

Ibarat koki nih, membaca tu kayak kamu mencicipi banyak resep orang lain. Dari situ, kamu bakalan belajar kombinasi rasa, teknik, dan cara penyajian.

Tapi ketika kamu mulai memasak sendiri berkali-kali, barulah kamu menemukan “racikan khas” yang hanya kamu sendiri yang punya. Begitu juga dengan menulis.

Menariknya, semakin sering kamu menulis, kamu akan semakin sadar ada pola kecil yang selalu kembali. Bisa jadi pilihan kata tertentu, cara kamu membuka cerita, atau bahkan nada emosional yang khas.

Itulah benih dari suara menulis autentik yang lama-lama makin kuat seiring konsistensi. Dan jangan lupa, dari proses menulis itulah kita bisa menguji teori yang kita dapat dari bacaan.

Meskipun teori menulis memang penting, tapi praktik menulislah yang bikin tulisan makin hidup dan membentuk “sidik jari” khas di setiap karya kita.

3. Refleksi Diri

cara menemukan suara menulis autentik dengan refleksi
cara menemukan suara menulis autentik dengan refleksi

Menulis itu pada dasarnya adalah cermin diri. Tulisan kita sering kali memantulkan siapa kita, apa yang kita pikirkan, dan bagaimana kita memandang dunia.

Oleh karena itu, refleksi diri jadi kunci penting dalam menemukan suara menulis yang autentik. Coba deh, mulai dengan bertanya beberapa pertanyaan berikut ini:

  • Nilai apa yang ingin aku bawa dalam tulisan?
  • Hal seperti apa yang paling sering menggerakkan hatiku untuk menulis?
  • Apakah aku ingin dikenal sebagai penulis yang hangat, kritis, humoris, inspiratif, atau mungkin penuh renungan?

Semakin jelas kita memahami diri sendiri, semakin mudah kita menyalurkan keunikan itu ke dalam tulisan.

Misalnya, kalau kamu adalah orang yang suka menertawakan hal-hal kecil dalam hidup, maka secara alami humor akan muncul dalam tulisanmu. Atau kalau kamu cenderung reflektif, maka tulisanmu akan terasa dalam dan penuh makna.

Refleksi diri di sini bukan berarti kamu harus terjebak pada satu label ya. Justru, dari sanalah kamu bisa menyadari spektrum gaya dan nada yang paling “nyaman” untukmu.

Baca juga:  Jangan Ragu, Negosiasi Gaji Itu Penting

Terus, ketika kamu menulis dengan nada yang sesuai jati diri, jangan heran kalau pembaca akan lebih mudah merasakan kejujuran yang terkandung di setiap kata yang ada dalam tulisanmu.

4. Eksperimen dengan Tone

Kadang kita nggak akan tahu mana suara yang paling “kita banget” kalau hanya menulis dengan satu gaya. Oleh karena itu, coba deh berani bereksperimen!

Tulis satu topik sederhana, misalnya tentang “hujan pertama di bulan Agustus” dengan berbagai nuansa, kayak:

  • Kamu lebih menekankan pada data, fakta, atau analisis. Tone ini akan cocok kalau kamu suka menulis esai atau artikel opini.
  • Kamu bisa pakai bahasa sehari-hari yang akrab, seolah-olah lagi ngobrol sama teman. Ini bakalan cocok banget buat blog personal atau cerita ringan.
  • Kamu lebih banyak bermain metafora, perasaan, dan irama kata. Aku yakin tone begini akan cocok untuk tulisan reflektif atau kreatif.
  • Mau yang nyeleh atau unik juga nggak masalah. Sengaja nyeleneh, pakai humor absurd atau sudut pandang yang nggak biasa. Ini sih akan cocok kalau kamu ingin terlihat segar dan berbeda.

Dengan latihan semacam ini, kamu bisa menemukan gaya yang terasa paling natural, bukan dipaksakan.

Kadang, hasil eksperimen juga membuka kejutan lho. Ternyata kamu lebih nyaman menulis santai dengan sentuhan humor, atau justru lebih kuat dalam menulis reflektif yang dalam.

Ingat ya! Bereksperimen dengan tone bukan berarti harus memilih satu lalu meninggalkan yang lain.

Justru, kamu bisa memadukan beberapa nuansa sekaligus. Misalnya, kamu mau serius tapi tetap ringan, atau reflektif tapi dengan selipan humor. Perpaduan inilah yang nantinya membentuk “warna khas” tulisanmu.

5. Dengar Suara Pembaca

Tahu nggak sih? Kadang pembaca justru lebih peka daripada kita sendiri lho. Mereka bisa menangkap bagian yang terasa jujur, mengena, atau khas dari tulisan kita.

Misalnya, ada pembaca yang bilang, “Aku suka banget bagian tulisanmu yang ini, rasanya personal.”

Komentar sederhana itu bisa jadi petunjuk penting, semacam clue tentang sisi mana dari tulisanmu yang paling menonjol.

Nah, umpan balik semacam ini bisa kamu dapat dari berbagai sumber, kayak di kolom komentar blog, balasan email newsletter, respon di media sosial, atau bahkan obrolan santai dengan teman yang membaca tulisanmu.

Supaya lebih maksimal, kamu bisa juga secara aktif meminta masukan. Misalnya:

  • Tanyakan bagian mana dari tulisan yang paling mereka ingat.
  • Apa yang mereka rasakan setelah membaca?
  • Apakah gaya bahasanya terasa natural atau malah terlalu “formal”?

Dari jawaban-jawaban itu, kamu bisa mulai memetakan polanya. Apakah pembaca lebih sering menyoroti kehangatan, keluwesan, humor, atau kedalaman tulisanmu.

Baca juga:  Tips Menjadi Karyawan Baru Biar Bisa Segera Beradaptasi

Pola inilah yang akan membantumu semakin yakin bahwa, “Oh, ternyata inilah suara khas yang sudah muncul dalam tulisanku.”

Kesalahan yang Sering Dilakukan Penulis

kesalahan penulis saat menemukan suara menulis yang autentik
jangan lakukan kesalahan penulis saat menemukan suara menulis yang autentik

Aku jadi ingat waktu awal-awal mulai menulis di blog. Rasanya pengin banget tulisanku terlihat keren, rapi, bahkan mirip penulis yang kukagumi.

Tapi justru di situlah aku sering merasa terjebak, kayak jadi terlalu banyak meniru, terlalu sibuk mengedit, sampai akhirnya tulisan terasa kaku dan bukan aku.

Ternyata, kesalahan seperti ini bukan cuma aku yang ngalamin. Ada banyak penulis lain juga begitu.

Nah, supaya kita bisa lebih cepat menemukan suara menulis yang autentik, ada baiknya kita kenali dulu beberapa kesalahan umum yang sering bikin penulis kehilangan jati dirinya, sebagai berikut:

  • Terlalu meniru idola. Inspirasi boleh, tapi jangan sampai keaslian hilang.
  • Over-editing. Mengutak-atik berlebihan bisa membuat tulisan terasa kaku dan kehilangan jiwa.
  • Takut keluar aturan. Padahal, justru keberanian untuk menulis dengan caramu sendiri yang bikin tulisanmu lebih berharga.

Tips Menjaga Konsistensi Suara Menulis

Kalau menemukan suara menulis itu ibarat perjalanan, maka menjaga konsistensinya adalah tantangan berikutnya.

Aku pernah ngalamin fase di mana gaya tulisanku berubah-ubah setiap kali nulis. Kadang terlalu formal, besoknya kelewat santai, lalu tiba-tiba aku jadi puitis.

Awalnya, emang sih seru, tapi lama-lama aku sadar, pembaca bisa jadi bingung dengan “siapa sebenarnya” yang sedang mereka baca.

Dari situ aku belajar, punya suara menulis autentik saja nggak cukup. Kita juga perlu merawat dan menjaganya supaya tetap terasa kuat dan konsisten di setiap karya.

Cuti Lovers, kamu bisa menerapkan beberapa tips menjaga konsistensi suara menulis autentik yang khas kamu, sebagai berikut:

  • Latih diri lewat jurnal atau blog pribadi.
  • Buat word bank berisi kosakata khasmu.
  • Fleksibel, tapi jangan kehilangan inti.

Suara menulis boleh berkembang kok, tapi ya harus tetap terasa “kamu”.

Menemukan Suara Menulis Autentik itu Perjalanan, Bukan Tujuan Akhir

Menemukan suara menulis autentik itu bukan sesuatu yang instan. Ia tumbuh seiring konsistensi. Kadang butuh puluhan, bahkan ratusan tulisan untuk benar-benar sadar, “Oh, ini lho aku.”

Jadi, jangan khawatir kalau sekarang tulisanmu masih terasa campuran sana-sini! Nikmati saja prosesnya. Karena pada akhirnya, suara autentik akan muncul justru dari keberanianmu untuk terus menulis dengan jujur.

Jadi, sudah siapkah kamu menulis dengan suara yang benar-benar ‘kamu’?

10 pemikiran pada “Bukan Hanya Gaya, Ini Cara Menemukan Suara Menulis Autentik”

  1. OMG, postingannya tuh kayak pelukan hangat buat para penulis pemula yang lagi bingung ‘ini tulisanku udah berasa aku belum ya?’

    Aku banget relate sama bagian tentang suara menulis—beda banget sama gaya menulis! Suara itu dalam, kayak aroma khas yang nempel karena dari pengalaman dan value kita, bukan cuma pilihan kata atau struktur kalimat biasa.

    Thanks banget sudah bikin artikel ini vibes-nya hangat, relatable, dan jadi semacam reminder lembut: jadi diri sendiri itu bukan klise—itu suara kita yang paling berdaya. Next: kapan nih bikin tantangan micro-writing ala Gen Z untuk melatih voice?

    Balas
  2. Pada intinya kalau menulis, walaupun kita memiliki seseorang yang menginspirasi, alangkah baiknya kalau juga punya keunikan sendiri, ya? Jadi saat orang membaca tulisan kita udah langsung tahu ooo si ini ya yang menulis.
    Setuju banget buat menulis aja dulu mengungkapkan yang ada di pikiran, jangan mikir ini keliru atau gak dulu. Nanti bisa dibaca dan diedit lagi.
    Setuju banget menulis tu harus konsisten, walau kadang emang ada masanya ngrasa jenuh bisa diselingin yang lain, tapi tetep sebaiknya paksain dulu.
    Bagus atau gaknya tulisan kita biar pembaca yang merasakan manfaatnya dan menentukannya.

    Balas
  3. Aku banget itu…duluu, bentar-bentar ngedit, akhirnya berasa kakau, bukannya tulis aja dulu huhu
    Noted reminder dan tips yang bagus ini. Menulis secara autentik penting karena dapat memperkuat identitas dan suara unik penulis. Gaya tulisan yang autentik memungkinkan pembaca untuk mengidentifikasi karya seorang penulis dan menjadi lebih mudah untuk terhubung dengannya. Baru baca saja sudah bisa nebak jadinya, ini gaya tulisan si A

    Balas
  4. Bermanfaat banget, tips seperti banyak membaca tapi lebih banyak menulis, serta melakukan refleksi diri untuk tahu apa yang sebenarnya ingin kita sampaikan, saya sendiri juga sering banget mencoba berbagai tone penulisan dan kadang kaget saat tahu tone yang paling dinikmati justru yang paling santai, dengan gaya bahasa seperti keseharian saja.

    Terima kasih sudah berbagi tips seputar dunia tulis-menulis. Jadi makin semangat buat terus berlatih dan menemukan ‘suara’ sendiri!

    Balas
  5. Dulu aku begitu menikmati menulis, tapi entah kenapa beberapa waktu terakhir seperti kehilangan “soul”
    Suara menulis pun keral dirasakan saat begitu menikmati dan menelusuri tiap kata yg ditulis dan iya betul setiap orang punya konsep “suara” berbeda meski sudut pandang atau konsepnya sejenis

    Balas
  6. Melalui blog saya belajar dan berproses sampai menemukan suara menulis sendiri. Setelah cukup lama mapan dengan gaya itu, tahun ini saya kok suka menulis reflektif. Awalnya untuk buku, lama-lama merembet ke blog. Sejauh ini suara pembaca memang positif karena merasa tersentuh.

    Balas
  7. Banyak sekali ilmunya mbak, sepertinya memang harus percaya diri utamanya sih. Memang benar tulis apa adanya terlebih dahulu, merapikan belakangan. Saya juga merasakan jika membaca tulisan para “master pena” jika mereka menulis topik yang sama, maka tetap menarik untuk dibaca semuanya, karena suara / nada dari tulisan mereka memang beda satu sama lain wlalau topiknya sama.

    Balas

Tinggalkan komentar